Jakarta (ANTARA) – Legenda tenis meja Indonesia Rossy Pratiwi mengaku prihatin dengan nasib olahraga tenis meja saat ini yang semakin terpuruk akibat konflik manajemen.Menurut legenda yang sebelumnya menyumbangkan kurang lebih 13 medali emas sepanjang karirnya di SEA Games ini, jika konflik kepengurusan ini terus berlarut-larut, maka bibit-bibit atlet tenis meja Indonesia akan sulit muncul.
“Oh iya betul, saya sebenarnya sangat prihatin dan ini masalah yang sudah terlalu lama diabaikan, sebenarnya karena bolak-balik kasihan pada atlet, yang jadi korban adalah atlet,” kata Rossi saat menghadiri konferensi pers “Menjaga Merah Putih” di gedung Komite Olimpiade Nasional. (NOC), Jakarta, Jumat.
Wanita yang dijuluki Ratu Tenis Meja Indonesia ini pun berharap konflik ini bisa segera diselesaikan demi kebaikan prestasi olahraga tenis meja Indonesia yang selama ini ditakuti di kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, Indonesia juga harus rutin mengirimkan atlet cabang olahraga tersebut ke kejuaraan multicabang olahraga seperti SEA Games dan Olimpiade.
Diketahui, pada SEA Games, tenis meja Indonesia sempat absen pada tiga edisi, 2017, 2019, dan 2021, dan nyaris absen lagi pada edisi 2023 di Kamboja.
Di Olimpiade, Indonesia jarang mengirimkan atlet tenis meja terbaiknya, seperti Toni Meringgi di Olimpiade Seoul 1988, Ling Ling Agustin di Olimpiade Barcelona 1992, dan Ismu Harinto di Olimpiade Sydney 2000.
Jauh dari level SEA Games atau Olimpiade, nyatanya pada pesta olahraga nasional PON Papua 2020, tenis meja tidak dipertandingkan.