Apri/Fadia menjadi pelipur lara meski Indonesia tanpa gelar

Apri/Fadia: Medali Kejuaraan Dunia buah dari kesabaran berproses

Jakarta (ANTARA) – Tim bulu tangkis Indonesia gagal mencapai target meraih dua gelar juara di Kejuaraan Dunia bergengsi BWF 2023 yang akan berlangsung pada 21-27 Agustus di Kopenhagen, Denmark.Meski begitu, skuad Garuda tetap memberikan kejutan menyenangkan dengan meraih medali perak yang disumbangkan ganda putri Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti.

Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) melalui Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi Rionny Mainaky mengaku pihaknya gagal, karena hanya meloloskan Apri/Fadia ke babak final.

Meski demikian, PBSI juga sangat mengapresiasi perjuangan Apri/Fadia yang tak diunggulkan di posisi teratas, namun mampu tampil konsisten hingga melaju ke final. Bahkan, hasil tersebut menjadi rekor bagi Apri/Fadia karena menjadi ganda putri Indonesia ketiga yang meraih medali perak di Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis.

Dua pasangan sebelumnya adalah Verawaty Fadjri/Imelda Wiguna (1980) dan Finarsih/Lili Tampi (1995). Dengan kata lain, Apri/Fadia merupakan ganda putri Indonesia yang berhasil mencapai final Kejuaraan Dunia dalam 28 tahun terakhir.

Apri/Fadia sebenarnya tinggal selangkah lagi menjadi ganda putri Indonesia pertama yang menjuarai Kejuaraan Dunia. Sayangnya langkah mereka digagalkan oleh juara bertahan Chen Qing Chen/Jia Yi Fan asal Tiongkok.

Rionny melihat ganda putri China tampil lebih baik di final. Mental Apri/Fadi bagus, tapi lawannya lebih bagus lagi.

Harus disadari, tampil di turnamen besar seperti Kejuaraan Dunia, faktor mental menjadi dominan dan menentukan kemenangan.

Mental tidak hanya berkaitan dengan soal semangat juang saja, namun juga berdampak pada aspek lainnya. Jika mentalitas tidak kuat maka akan berdampak pada berbagai aspek saat pemain bermain di lapangan.

Akibatnya teknik yang dimiliki akan hilang, skill tidak muncul, kelincahan dan pergerakan pun akan terasa lambat, kata Rionny.

Kenyataan di lapangan pun membuktikan hal tersebut. Skuad Garuda yang awalnya begitu percaya diri dengan ganda putra peringkat satu dunia itu tak membuahkan hasil positif.

Meski tampil maksimal, namun tekanan yang begitu besar menimpa para pemainnya. Mereka kalah karena bebannya terlalu berat.

Pasangan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto tak mampu memaksimalkan performanya, meski keduanya menjadi ujung tombak. Mereka berada dalam tekanan, sehingga tenaga, kecepatan, dan fokusnya tak mampu melunakkan pertahanan lawan.

Penilaian tersebut juga merambah ke sektor lain yang tidak sesuai ekspektasi.

Di ganda campuran, PBSI mengakui pemainnya kalah kelas. Bisa bertarung, namun belum mampu mengalahkan lawan yang saat ini menempati posisi 4 Besar dunia.

Bagi Gregoria Mariska Tunjung (wanita lajang), sayang sekali karena tidak bisa memanfaatkan kesempatan yang ada. Saat melawan Akane Yamaguchi (Jepang), Gregoria malah banyak melakukan kesalahan sendiri.

Jika Gregoria bisa bermain normal dan fokus, Rionny yakin timnya bisa keluar dari tekanan dan meraih kemenangan.

Khusus tunggal putra, para pemain harus lebih sadar bahwa tampil di Kejuaraan Dunia itu berbeda. Prestasi mereka sangat diharapkan dan dinantikan oleh masyarakat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *