Jakarta (ANTARA) – Asian Games 2002 di Hangzhou, Cina, sudah memasuki akhir penyelenggaraannya jelang pesta olahraga internasional Asia edisi ke-19 resmi ditutup pada Minggu.Pertandingan final berbagai cabang olahraga telah diselesaikan pada hari Sabtu, untuk memperebutkan medali yang masih tersedia.
Tuan rumah China yang mendominasi sejak awal mengukuhkan diri sebagai juara umum.
Dalam klasemen medali yang dirilis Sabtu malam, China mengantongi 200 emas, 111 perak, 71 perunggu, atau total 382 medali.
Raksasa olahraga Asia lainnya, Jepang, berada di urutan kedua dengan 51 emas, 66 perak, dan 69 perunggu.
Korea Selatan yang sempat mengungguli Jepang dalam perolehan medali akhirnya harus puas di peringkat ketiga dengan 42 emas, 59 perak, dan 89 perunggu.
Namun Korea Selatan cukup terhibur karena berhasil meraih emas cabang paling bergengsi sepak bola putra dengan mengalahkan Jepang 2-1 pada laga final Sabtu malam.
Indonesia yang pada Asian Games sebelumnya di Jakarta dan Palembang 2018 berada di peringkat keempat, tahun ini harus puas berada di peringkat ke-13 dengan perolehan tujuh emas, 11 perak, dan 18 perunggu atau total 36 medali.
Di hari terakhir kompetisi, Sabtu, Indonesia tak mampu menambah medali lagi setelah para atletnya yang masih bertanding gagal meraih podium.
Diantaranya, di cabang angkat besi, lifter putri Nurul Akmal yang tampil di kelas 87kg akhirnya menduduki peringkat keempat.
Kemudian pada cabang pencak silat karate yang pada hari terakhir dipertandingkan kumite, atlet Indonesia Sandi Firmansyah terhenti pada babak repechage kelas 84 kilogram putra. Sandi dikalahkan atlet Vietnam Thanh Nhan Do dengan kekalahan 2-10.
Baca juga: Nurul Akmal Realistis Soal Persaingan Kelas 87Kg di Asian Games
Baca juga: Karate Gagal Tambah Koleksi Medalinya dari Ajang Kumite
Hal ini patut diapresiasi
Capaian 7 emas, 11 perak, dan 18 perunggu ini memang kalah jauh jika dibandingkan Asian Games 2018 yang total Indonesia mampu meraih 98 medali, terdiri dari 31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu.
Selain itu, perolehan medali emas kali ini juga berada di bawah target yang dicanangkan yakni 12 medali emas. Artinya, ada sejumlah cabang olahraga yang prestasinya meleset dari target
Meski demikian, kerja keras dan semangat yang ditunjukkan para atlet kontingen Indonesia di Asian Games tahun ini patut diapresiasi.
Prestasi yang diraih di Hangzhou sebenarnya tidak terlalu buruk.
Jika dibandingkan dengan prestasi di Asian Games 2018, tentu tidak “apples to apple” karena saat itu Indonesia menjadi tuan rumah, dan sejumlah cabang andalan Indonesia kali ini tidak bertanding.
Namun jika dibandingkan dengan Asian Games sebelumnya di Incheon Korea Selatan 2014, secara umum performa kontingen Indonesia di Hangzhou tahun ini jauh lebih baik.
Pada Incheon 2014, Indonesia menduduki peringkat ke-17 dengan meraih empat emas, lima perak, dan 11 perunggu atau total 20 medali.
Begitu pula dibandingkan Asian Games 2010 di Guangzhou saat Indonesia berada di peringkat 15 dengan empat emas, 9 perak, 13 perunggu.
Di Hangzhou tahun ini, dominasi China turut mempengaruhi prestasi kontingen Indonesia yang dalam jumlah tertentu harus mengakui keunggulan tuan rumah. Misalnya saja pada cabang olahraga dayung yang sebagian besar medali emasnya diraih oleh China, termasuk nomor yang sebenarnya diandalkan Indonesia.
Baca juga: Asian Games dorong partisipasi olahraga generasi muda
Baca juga: Tim Perahu Naga Putri Berkembang Menjadi Yang Terbaik di Asia
Baca juga: Ceroboh di Detik-Detik Akhir Bikin Ari Gagal Raih Perunggu
Lampu kuning bulutangkis indonesia
Salah satu faktor penyebab kontingen Indonesia tidak mencapai target di Asian Games 2022 adalah kinerja para pebulu tangkis yang tidak sesuai ekspektasi.
Dari tujuh set medali yang diperebutkan di cabang olahraga bulutangkis, Indonesia tidak meraih satu pun, bahkan satu perunggu pun.
Prestasi buruk bulutangkis ini mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak karena target sebelumnya adalah minimal tiga medali emas, mengingat Indonesia memiliki sejumlah pemain yang menduduki peringkat teratas dunia.
Ganda putra peringkat satu dunia Fajar Alfian/Muhammad Rian harus tersingkir di babak perempat final, begitu pula tunggal putra peringkat dua dunia Anthony Ginting, dan tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung yang tampak belum siap mental menghadapi persaingan ketat di Asian Games.
Persaingan bulutangkis di Asian Games sebenarnya tak kalah seru dengan Olimpiade, karena kecuali Denmark, pemain terbaik dunia saat ini sebagian besar berasal dari Asia.
Apalagi, pada Asian Games di Hangzhou, masing-masing negara mengerahkan pemain terbaiknya.
Dari cabang bulutangkis ini, di nomor individu China berhasil meraih tiga gelar yakni melalui Li Shi Feng di tunggal putra, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan di tunggal putri, dan ganda campuran Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong (China).
Dua medali emas diraih Korea Selatan melalui pemain tunggal putri peringkat satu dunia An Se Young dan ganda putra Choi Sol Gyu/Kim Won Ho.
Tak diraihnya medali bagi Indonesia di Asian Games tahun ini tentu menjadi lampu peringatan kuning bagi PBSI dan bulu tangkis nasional yang harus bersiap menghadapi Olimpiade 2024.
Bulu tangkis dipastikan kembali menjadi andalan Indonesia untuk melanjutkan tradisi emas di Olimpiade yang persaingannya tentu lebih ketat dibandingkan Asian Games.
Baca juga: Mulyo Handoyo Ingatkan Pentingnya Peningkatan Bagi Bulu Tangkis Indonesia
Baca juga: Banyak Turnamen yang Bikin Pebulu Tangkis Kesulitan Raih Medali di Asian Games 2022
Baca juga: Candra Wijaya: Seluruh Elemen Bulu Tangkis Punya Peran Penting
Redaktur: Dadan Ramdani
HAK CIPTA © ANTARA 2023